3 Juni 2018 / 18 Ramadhan 1439H, Masjid Raya At Taqwa
Pemateri: Ust. Ahmad Musyaddad (penerjemah resmi kerajaan Arab Saudi)
Penyelenggara acara: IKADI NTB
Segala sesuatu yg berhubungan dg Al Quran adalah mulia. Malaikat yg membawa wahyu Al Quran adalah Jibril, karena itu Jibril adalah malaikat yg paling mulia. Nabi Muhammad saw adalah nabi yg diberikan Al Quran. Oleh karena itu, beliau menjadi manusia yg paling mulia. Jika kita ingin menjadi mulia di hadapan Allah, maka dekatlah dengan Al Quran.
Level pertama dalam berinteraksi dengan Quran adalah dengan banyak membacanya. Tetapi Al Quran bukan sekedar bacaan utk mendapat pahala. Di dalamnya ada petunjuk, manual book hidup kita. Hudallinnaas. Quran juga berisi pembeda antara yg haq dan bathil, oleh karena itu Al Quran juga disebut Al Furqan (Pembeda). Menurut Ibnu Taimiyah, orang yg gemar membaca Quran akan memiliki kecemerlangan akal, menyucikan jiwa, fisiknya sehat. Bahagia didapat jika dekat dengan Al Quran. Orang jahiliah zaman Rasul memiliki kebiasaan yg aneh, pantang masuk rumah dari pintu depan. Datangnya Al Quran mensyariatkan masuk dari pintu depan, tradisi masyarakat berubah dan menjadi lebih baik.
Dalam QS. Al Baqarah terdapat urutan pengajaran Al Quran berdasarkan doa nabi Ibrahim, yaitu tilawah (membaca), ta’lim (mengajarkan ilmu), dan tazkiyah (mensucikan jiwa). Di ayat lain doa Nabi Ibrahim dijawab Allah dengan urutan berbeda. Rasulullah saw diperintahkan Allah swt utk membacakan Al Quran, mensucikan jiwa, dan mengajarkan makna. Membaca Al Quran yang dilanjutkan dengan mensucikan jiwa akan menjadikan kita paham dengan benar. Orang yg tidak mensucikan diri sebelum belajar, maka ilmunya tidak membawa kebaikan.
Menjadi mulia dengan menghafal Quran, adalah level interaksi yg lebih tinggi daripada tilawah. Quran adalah salah satunya kitab yg dihafalkan. Tradisi ini hanya ada pada umat Muhammad saw. Kitab sebelumnya tidak dihafal oleh umat sebelumnya. Uzair disebut sebagai anak Tuhan oleh kaum Yahudi karena kemampuannya menghafal Taurat. Jika kaum Yahudi zaman itu hidup saat ini, mungkin akan banyak manusia disebut anak Tuhan.
Di Mauritania, di daerah bernama Singkiti, anak usia 10 tahun harus hafal Al Quran. Jika tidak, menjadi aib bagi keluarga. Cara menghafalnya adalah sang ibu menyuruh anaknya menulis 1 paragraf Quran, lalu diminta membaca berulang hingga 100 kali ke arah barat. Setelah selesai, maka ganti ke arah timur, dst. Setelah selesai seluruh penjuru mata angin, maka hafalan itu akan sangat menempel. Barulah menulis paragraf selanjutnya.
Level interaksi selanjutnya adalah tadabur Al Quran. Salah satu cara tadabur Quran adalah dengan membaca tafsir Al Quran. Hal ini menjadi suatu keutamaan utk memahami makna dari Al Quran. Contoh ayat ‘masuk pintu depan’, bukan sekedar bermakna masuk ke dalam rumah dari pintu depan. Seorang ulama menafsirkan bahwa makna ayat ini adalah jika menemui masalah, masuklah dari pintu yg sesuai. Jika sakit, pergilah ke dokter, bukan ke bengkel. Ayat lain memperlihatkan kondisi calon penghuni neraka yg mendapati pintu neraka terbuka begitu mereka sampai di depan pintu. Sementara itu calon penghuni surga mendapati pintu surga sudah terbuka, bahkan aroma surga menyeruak sejauh bermil-mil. Hal ini menunjukkan penghargaan Allah swt yg sangat tinggi terhadap orang2 beriman. Analoginya seperti menyambut gubernur, pintunya tentu sudah dibuka sejak lama, bahkan karpet merah dibentangkan untuk yg masuk ke dalam. Berbeda dengan napi calon penghuni penjara yg dianalogikan sebagai calon penghuni neraka.
Dalam menafsirkan Quran ada yg disebut tafsir bil ma’sur dan tafir bir rai, tafsir dengan dalil dan tafsir dengan analisa. Tafsir bil ma’sur adalah tafsir dengan dalil dari hadist nabi dan Quran. Contohnya: ihdinasshirotol mustaqiim, jalan yg lurus. Apa itu jalan yg lurus? Penjelasannya ada di Al Quran, yaitu jalan yg dilalui oleh para Nabi, syuhada, dan orang2 sholeh. Adapun tafsir bir roi, ada yg baik ada yg tercela. Yg baik adalah yg sesuai kaidah penafsiran, dlm konteks bahasa Arab yg baik dan benar. Tafsir ini masih diterima selama masih memiliki rujukan yg benar dan tidak bertentangan dg tafsir bil ma’sur. Orang yg menafsirkan Quran dengan cara ini hendaknya memiliki pemahaman bahasa Arab yg baik, tidak menafsirkan tanpa ilmu yg cukup.