belajar, serpihan hikmah...

It was yesterday

Kemarin itu hari Jum’at. Hari pertama saya akhirnya berdiskusi lagi dengan promotor mengenai rencana penelitian setelah libur semester 1 kurang lebih 1 bulan. Sebenarnya masih ada keraguan tentang apa yang akan dilakukan. Rasanya belum sangat paham dasar yang menjadi pijakan. Tapi kalau tidak diutarakan di hadapan promotor, pasti tidak akan jalan. Sebelumnya objek penelitian sudah diarahkan untuk menggunakan 4 jenis tanaman. Setelah diskusi panjang kali lebar dengan senior yang penelitiannya di bidang yang sama, sepertinya akan butuh waktu lama untuk menyelesaikan penelitian dengan tanaman sebanyak itu. Harapannya, dalam diskusi dengan (salah seorang) promotor kemarin, objek penelitiannya bisa dikurangi jadi satu tanaman saja.

Alhamdulillah jum’at berkah. Tanpa banyak perdebatan, promotor setuju untuk mengurangi jadi satu tanaman saja. Bahkan tidak jadi strawberry yang cukup sulit budidayanya, khususnya di dataran rendah yang suhu udaranya relatif tinggi seperti Jogja. Beliau sendiri yang mengarahkan jadi tanaman sayuran saja. Padahal sebelumnya beliaulah yang menyarankan saya untuk meneliti strawberry. Sebagai gantinya, saya pun mengusulkan sawi pagoda untuk saya teliti phenotypingnya di dalam plant factory dengan teknologi pencahayaan. Alhamdulillah beliau setuju. Selain objek penelitian, banyak detail lain yang beliau koreksi dari draft proposal yang saya siapkan dalam bentuk slide ppt. Mulai dari judul, latar belakang, tujuan yang diawali dari rumusan masalah, hingga metodologi. Diskusi yang dimulai sekitar jam 9.15 itu selesai juga sekitar jam 10.30. Beliau mengingatkan saya untuk menyiapkan draft proposal dalam bentuk Word, agar dapat diberi masukan oleh promotor lainnya di grup whatsapp.

Penelitian yang akan saya lakukan rasanya sangat jauh dari bidang saya di Teknik Lingkungan (TL) saat S1 dulu. Tetapi menelusuri kenangan saya ke belakang, ternyata ada benang merahnya. Dulu sebelum saya memutuskan masuk TL, almarhum bapak pernah berpesan untuk masuk ke jurusan Pertanian atau kedokteran, yang menurut beliau jika lulus kebemanfaatannya untuk orang banyak akan sangat terasa. Selain itu, saya juga lulus seleksi masuk S1 Teknik Informatika di STT Telkom Bandung, meski akhirnya saya lepaskan karena lulus S1 di Teknik Lingkungan ITB. Saat ini penelitian saya merupakan irisan dari ketiga bidang tersebut: Teknik Lingkungan – Pertanian – Informatika. Dan yang lebih amazing lagi, sudah dari dulu saya tertarik dengan tanaman. Setiap diantar bapak dengan mobil saat SMA dulu, kami biasa melewati jalanan yang kira kanan ditanami pepohonan. Saya selalu takjub melihat pohon-pohon tersebut yang menjulang tinggi ke atas, padahal dulunya berasal dari benda yang sangat kecil berupa biji.

Bagaimana tanaman bisa tumbuh? Proses apa yang terjadi di dalam tubuh tanaman sehingga bisa berkembang? Pertanyaan-pertanyaan saat itu mungkin akan dapat saya temukan jawabannya saat ini, dengan mata kepala saya sendiri. Meski saya sadari kapasitas saya saat ini masih jauh dari tahu (rasa-rasanya lebih banyak sok tahu-nya), semoga Allah swt memudahkan akal untuk memahami ilmu pengetahuan-Nya yang tersirat dalam ciptaan-Nya. Semoga apa-apa yang saya pelajari akan membawa manfaat, tidak hanya bagi diri saya pribadi, tapi juga bagi lebih banyak orang di masa yang akan datang.

belajar, serpihan hikmah...

Dejavu DeBe

Setelah 9 tahun akhirnya kena penyakit ini lagi. Rasanya seperti bertemu teman lama. Iya..teman tapi musuh alias the Dengue ‘Bloody’ Fever (Demam Berdarah). Lucunya.. bulan kenanya juga sama, Maret. Luar biasa. Kena yg kedua kali ini juga tidak sampai opname di Rumah Sakit seperti sebelumnya, tapi jauh lebih well prepared. Pemulihan pun terasa lebih cepat, hari ini hari ke 12 setelah demam, saya sudah bisa menulis di blog dengan tidak terserang sakit kepala parah yg biasanya masih menyerang pasca inkubasi virus DB di recovery phase.

Kenapa bisa begitu? Sejak gejala pertama muncul sekitar 19 Maret 2021, badan ngilu2.. nyeri di leher bagian belakang, saya mulai mengingat apa yg terjadi satu pekan itu. Ada nyamuk loreng2 menggigit saya di ruang kerja kalau tidak salah. Pekan sebelumnya saya dan beberapa teman kerja (mbak Age dan mbak Dayu) menjenguk pegawai TU yg terkena gejala DB di rumahnya. Singkat cerita, beliau opname di RS sepulangnya kami jenguk. Mbak Fivie cerita kalau sepertinya ada nyamuk yg menggigit di ruang TU, yg menyebabkan dia sakit dengan gejala seperti itu (trombosit turun terus, demam, dll). Harus opname karena trombosit akhirnya melewati batas bawah 150.000.

Hari Ahad pagi 22 Maret 2021 saya sudah mulai sakit kepala berat. Seperti ditusuk batang kayu yg ujungnya agak runcing. Saya mulai curiga dan berusaha meningkatkan imun dengan menegak Vitamin Imboost Force, sisa sakit tepar mendadak tahun 2019. Untung belum kadaluarsa (3 bulan lagi lho!). Siang itu saya berencana ke undangan walimah keluarga pejabat kampus, dijemput teman dengan motornya. Saya mulai meringkuk di kasur, berusaha tiduran meredam sakit kepala yg menghantam bertubi2. Teman saya pun datang, kami berangkat. Alhamdulillah di acara itu sakit kepala saya hilang dan tidak mengganggu sama sekali. Pulangnya sekitar sejam kemudian, sakit kepala itu datang lagi dan saya segera minum Paracetamol yg ada di Procold.. haha susah banget ngomongnya. Ibu mulai bertanya saya kenapa. Saya bilang, kayaknya demam. Saya ambil termometer dan mulai mengukur suhu tubuh dan voila.. 37,5 C. Saya cari tahu berapa suhu tubuh normal sambil tanya teman di wag. Agak tinggi dari range normal 36.2 – 37.2 C. Baiklah, saya terus pantau panasnya mulai naik terus. Kepala saya mulai dikompres ibu. Saya juga langsung buat air campur madu yang saya minum sesekali untuk menjaga kestabilan tubuh dari dalam. Saya juga coba wa teman yg dokter dan mengkonsultasikan kondisi saya. Katanya, saat demam saya sudah 38.5, kalau benar DB coba cek di hari 1-3 demam untuk NS1 dan terus pantau demamnya bakalan tetep naik meski sudah diminumkan Paracetamol. Betul sekali, malam itu saya menggigil dan suhu tubuh naik turun sampai 38.7 C.

Hari Senin pagi saya langsung wa bu WD2 untuk izin tidak masuk dan mengusulkan kampus segera difogging. Saya pun menitipkan kunci ruangan ke Mbak Dayu, jaga2 ruangan difogging saat saya masih terkapar. Pagi itu saya masih bisa jalan dan berdiri cukup lama. Sepanjang siang dan malam suhu saya naik turun. Hari Selasa (hari ketiga demam) badan saya mulai melemah, duduk mulai sulit dan keringat dingin mengucur. Saya minta tolong ibu untuk mulai merebuskan teh angkak. Ramuan cina ini dari fermentasi beras warna merah yg katanya ampuh untuk menaikkan trombosit.

angkak

Selain juga minum sari kurma, susu beruang, air madu, air putih, jus alpukat.. apapun juga saya makan untuk memastikan badan saya cukup kuat untuk berperang melawan virus ini. Qisthi menyarankan saya minum KJKT (kunyit jahe kencur temulawak) yg dicampur madu. Kata bapaknya Qisthi, dari hasil penerawangan tes darah, kondisi darah saya abnormal dan ramuan itu bisa membantu tubuh saya melawan infeksi baik dari bakteri maupun virus.

KJKT

Saya juga dilarang untuk makan makanan yg mengandung 9P (pengawet, pewarna, pemanis buatan, dll yg merupakan bahan kimia tambahan) selain juga harus mengurangi ATSP (ayam telur susu.. satu lagi apa ya?). Waduh, makin bingung makan apa. Padahal ibu masaknya pasti ayam dan turunannya yg mudah diolah. Roti dan biskuit yg saya suplai untuk nutrisi ternyata tidak bisa saya makan! Tapi eh saya bandel juga.. daripada mati kelaparan saya makan juga sementara ibu mencari bahan makanan lain untuk diolah (daging dan ikan).

Hari keempat suhu tubuh saya mulai stabil, saya putuskan ke puskesmas untuk cek darah. Hasilnya NS1 tidak terdeteksi.. kalau kata teman saya telat sehari. Tidak apalah, saya bakal tetap pantau trombosit saya yg hari itu sudah turun ke 225.000.

tes darah hari keempat

Karena badan saya makin hilang tenaga, 2 hari kemudian saya putuskan untuk memanggil Lab Quantum mengambil sampel darah saya di rumah. Saya tanya dulu apakah masih bisa tes NS1, malah disarankan tes IgM dan IgG Dengue yg biayanya 430 ribu rupiah. Waw mahal rek. Cukup tes darah lengkap saja deh yg hanya 80 ribu rupiah plus 20 ribu rupiah untuk home visitnya. Sampel darah diambil ke rumah pagi dan siangnya sekitar 4 jam kemudian sudah dikirim via wa. Hasilnya, trombosit turun lagi ke 214.000. Alhamdulillah masih di atas 150.000. Penurunan trombosit ini terasa sekali ke kekuatan tubuh, saya nyaris tidak kuat berjalan bahkan untuk duduk sebentar saja melelahkan dan menyakitkan sekali. Plus saya makin lemes karena ternyata dapat haid sejak hari keempat.

Tes darah hari keenam

Yang paling berbahaya bagi penderita DB adalah saat terjadi Syok karena darah tidak mampu mensuplai oksigen ke seluruh tubuh. Benar-benar nyaris di ambang kesadaran. Telapak tangan saya memerah, badan keringat dingin, nafas pendek dan cepat, detak jantung cepat tapi nadi yg saya raba melemah.. ini sangat tidak benar. Saya putuskan mulai minum oralit dan Sangobion untuk menjaga tekanan darah dan kondisi sel darah merah.

Hari ke delapan, ahad 29 Maret 2021 saya cek darah lagi dan ternyata turun ke 189.000. Waduh, dikit lagi 150.000 semoga tidak sampai ke sana, doa saya dalam hati. InsyaAllah sih setelah hari ke delapan, pengalaman saya dulu, trombosit akan naik karena masa inkubasi virus sudah berakhir. Aamiin.

Tes darah hari kedelapan

Ramuan dari bapak Qisthi alhamdulillah datang juga.. madu dicampur ramuan rahasia (hehe.. belum tahu apa isinya) dan pollen wajib diminum sebelum makan 3 kali sehari setengah sendok makan (matur sembah nuwun bapaak.. benar2 terharuu untuk perhatiannya).

Madu racikan bapak Qisthi

Teman lama ibu juga meresepkan angkak diblender dengan kurma. Sebelumnya juga ibu mulai menjuskan jambu biji untuk saya minum. MasyaAllah lengkap amunisinya ya? Saya yg mulai kewalahan minumnya.. mblenger pisan. Yg penting sehat! Oya, imboost Force masih selalu saya minum sejak hari pertama demam, tapi Panadol tidak lagi karena tidak demam lagi sejak hari kelima.

Alhamdulillahnya dengan persiapan yg lebih matang seperti ini, trombosit saya tidak sampai di bawah 150.000 seperti 9 tahun lalu. Rabu 31 Maret saya cek darah lagi dan trombosit sudah naik ke 313.000.. on the way to normal.. alhamdulillah. Tinggal mengembalikan energi karena badan masih recovery, curiganya sisa peradangan akibat infeksi masih ada, yg ditunjukkan dengan nilai LED (laju endap darah) 40, seharusnya 0-20 yg normal.

Tes darah hari kesebelas

Yap, peradangan hati biasanya kalau DB. Katanya hati membengkak, yg ini kerasa banget sejak hari pertama demam, dan kadar hematokrit tinggi menyebabkan feses berwarna hitam. Ini salah satu yg membuat badan masih lemah dan bergerak sedikit masih capek banget.. hipotesa sotoy saya ini mah karena saya bukan dokter 🤣 .

Alhamdulillah pagi ini mulai agak bisa kerja berat karena si Ndut, anaknya Mbul, paska diserang kucing liar kemarin membuat saya harus ngepel habis shubuh karena dia buang air dan muntah di lantai ruang tamu, ruang tipi, teras belakang, dan kamar belakang. Latihan recovery yg ‘menyenangkan’ 😬. InsyaAllah pekan depan sudah bisa nyetir Geva ke kampus kalau begini mah.. aamiin ya Allah.

Kasihan si Ndut trauma diserang kucing liar pas saya lagi cek darah hari kesebelas

DB kali ini banyak hikmahnya dan jadi reminder yg sangat berharga menjelang Ramadhan ini. Semoga jadi penggugur dosa yg banyak sekali rasanya di diri ini. Semoga Allah swt balas juga kebaikan bunda yg sangat berlimpah cinta dan pengorbanannya di tengah sakit yg juga menimpa. Semoga selalu sehat bunda yg juga habis divaksin tepat sehari sebelum saya drop. Untuk dr. Heny yg meski sibuk tetap mau merespon temennya yg tepar tanpa mengenakan biaya, wkwkwk. Untuk mbak Ita yg jadi kurir membelikan ini itu (angkak, imboost, sangobion, jambu biji, banyak makanan, dll).. semoga dibalas dg kesehatan dan kebaikan. Untuk Qisthi dan Bapak yg dari Bandung selalu memantau dan bahkan mengirimkan madu racikan utk mempercepat pemulihan tubuh.. semoga senantiasa sehat dan dipenuhi keberkahan ilmu. Untuk Dhian yg selalu peduli meski dg segala keriwehan di resto mungilnya dan mengurus anak kucing semata wayangnya, Gaeul. Untuk teman2 yg selalu mensupport dari jauh dan dari dekat sehingga jurnal masih bisa terbit tepat waktu (mas Guyup, mbak Dayu, mbak Age, mbak Iin, mas Hary, mas Fahmi, mas Irfan, mas Ridho).. kalian luar biasa, semoga semakin maju jrpb.unram.ac.id. Begitu juga teman2, keluarga, dan kerabat yg tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, atas doa dan perhatiannya.. terima kasih. Tetap jaga kesehatan selalu dan jangan sampai kena DB. Kalaupun kena, sudah siap dengan perlengkapan imboost stamina dari awal gejala agar tidak terlalu drop.

Perlengkapan perang gejala DB: imboost Force ES (bukan iklan), air madu, makanan dan minuman yg banyak utk mencegah kekurangan nutrisi dan dehidrasi, Paracetamol (lupa difoto utk penurun demam dan pereda nyeri)

PS: untuk imboost Force sudah berhenti saya minum sejak kemarin.. karena katanya tidak boleh minum 14 hari berturut-turut. Padahal belum 14 hari tapi ndak apa2. Sangobion saja yg masih saya minum, melihat kondisi masih sedikit lemas. Sisanya, yg lain masih saya minum, kecuali KJKT.

belajar, serpihan hikmah...

Hafalan dan Tilawah

Hilang hafalan bukan karena kita lupa, tapi kita yg dilupakan oleh Quran, akibat hal2 yg membuat kita tidak layak jadi tempat tinggalnya hafalan Quran. Menghafal Quran itu bukan sekedar utk ingat, tapi utk makin sering membaca Quran. Hafalan itu bukan hanya utk kebaikan diri, tapi harus berdampak pada kebaikan umat, juga merubah akhlak jadi lebih baik. Apapun yg ingin kita raih, perbanyak interaksi dengan Quran, insyaAllah dimudahkan, pertolonganNya akan datang dari segala arah yg tidak disangka-sangka. Rizki itu bukan hanya harta, tapi ketika Allah mudahkan kita utk tilawah dalam sehari 1-2 Juz (Mbak Ani, 2019).

belajar

Cara Setting View Sonic M1 ke Laptop dengan AnyCast

Alhamdulillah, akhirnya jurnal kami membeli juga proyektor portable yang dicita-citakan. Termotivasi untuk punya karena pengalaman saat kuliah di tenda dengan akses listrik yang terbatas dan sedari dulu juga Lombok masih terkenal sebagai pulau yang seringkali mati lampu. Therefore, a portable projector is a must! It should be wireless, power up using rechargeable battery, and not expensive. Finally, here we get the View Sonic M1 in our hand, just two months ago (i think more, lupa euy). Handy banget!

P_20190826_220607_p.jpg

Rencananya, perdana, proyektor ini mau diujicobakan saat pelatihan pengelolaan artikel via OJS siang tadi, tetapi gagal karena saya lupa bagaimana cara mengkoneksikan si proyektor dengan laptop tanpa kabel HDMI. Entah kenapa saya blank sama sekali bahwa kami juga dulu sudah membeli kabel HDMI-nya, jadilah proyektor punya lab bioproses dipinjam utk kegiatan tadi siang. Saya bertekad mempelajari lagi cara menyambungkan si proyektor, supaya pelatihan besok pagi bisa digunakan. Oleh karena itu, si proyektor nekat saya bawa pulang ke rumah untuk diutak-atik.

Ok, ini dia hasil otodidak coba-coba saya yang penting sekali ditulis di sini sebenarnya agar saya tidak lupa, hehe. Dan kebetulan besok tidak ada kuliah, jadi bisa sedikit corat-coret lagi di wp. Ini dia langkah-langkahnya:

1. Untuk menghubungkan proyektor View Sonic M1 tanpa kabel HDMI dengan laptop saya yang OSnya Windows 8,  si proyektor harus dikoneksikan dengan HDMI Dongle (yang kami dapatkan gratis dari toko Rinjani Computer, tempat beli proyektor ini, adalah merek AnyCast). Dongle-nya (bagian yg paling besar dan memiliki port HDMI tipe male) kita hubungkan dengan port HDMI tipe female pada proyektor.

P_20190826_221235_p.jpg

2. Koneksikan kabel USB Dongle AnyCast (yg terhubung dengan Wifi) ke USB reader 5V1A yg tersedia di proyektor, tepat di samping port HDMI tipe female. Kenapa harus disambungkan? Karena ternyata Dongle dan Wifi-nya perlu energi listrik, yg sumbernya, kerennya, bisa diambil langsung dari si proyektor ini!

3. Terdapat tombol mungil yg perlu diklik di Dongle untuk mengaktifkan AnyCast. Ada 2 pilihan yg muncul pada tampilan layar: apakah akan dihubungkan ke MacOS/iphone (AirPlay mode) atau akan dihubungkan ke Android/Windows (Miracast mode). Tinggal diklik lagi tombol pada Dongle-nya, pilihan dapat diubah-ubah.

P_20190826_221205_p.jpg

4. Setting-an di Laptop harus disesuaikan juga dengan AnyCast. Buka Setting-an di laptop lalu pilih Device. Cari device AnyCast dengan mengklik Add Device.

5. Jika telah muncul nama proyektor beserta nomornya, berarti si proyektor sudah siap terhubung. Kemudian Wifi harus disetting dengan memilih Wifi AnyCast dan memasukkan pin yang diperlihatkan pada layar proyektor (biasanya ada di bagian kanan atas dan berjumlah 8 digit). Sepertinya ini hanya perlu saat pertama kali men-setting. Karena setelahnya, saya tidak perlu lagi memasukkan pin.

P_20190826_221406_p.jpg

6. Setelah memilih Connect dan berhasil, layar laptop akan langsung dibuat duplikatnya pada sorotan proyektor. Alhamdulillah kalau sukses, presentasi pun bisa berjalan lancar!

P_20190826_215425_p.jpg

Beberapa masalah yg sering muncul saat menghubungkan proyektor dengan Dongle yg pernah saya temui antara lain:

  1. Wifi AnyCast tidak bisa konek padahal pin sudah benar dimasukkan. Untuk kasus ini, saya coba memutuskan device dulu di bagian setting dan mengkoneksikan ulang.
  2. HDMI tidak terdeteksi oleh proyektor. Jika seperti ini, bisa jadi akibat port HDMI tipe male pada kabel Dongle tidak sempurna masuk pada lubang port female pada proyektor. Perbaiki kembali.
  3. Meski sudah masuk sempurna, masih belum konek juga? Coba untuk tidak memasukkan port female tipe USB yg ada di laptop dengan port male wifi/bluetooth lain (misalnya untuk wireless-mouse). Sepertinya dia tidak mau di-dua-kan, hehe, ini mah analisa ngasal saya saja.

P_20190826_221131_p.jpg

Demikian, itu saja catatannya. Semoga bermanfaat untuk saya pribadi. Alhamdulillah jika yg lain juga terbantu dengan coretan seadanya ini. Selamat mencoba!